BAB I
POSISI AL-QURAN
POSISI AL-QURAN
Al-Quran,
Undang-Undang Paling Utama Kehidupan
Agama
Islam, yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat
ajaran yang menuntun umat manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat
diketahui dasardasar dan perundang-undangannya melalui Al-Quran. Al-Quran
adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam. Hukum-hukum
Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak
dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat-ayat Al-Quran. Allah
berfirman,
"Sesungguhnya Al-Quran ini
menunjukkan kepada jalan yang lebih lurus." (QS 17:9)
"Kami
menurunkan AI-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu." (QS 16:89)
Adalah
amat jelas bahwa dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang mengandung pokok-pokok
akidah keagamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-prinsip-umum hukum perbuatan.
Kami tidak perlu menyebutkan semua ayat itu dalam kesempatanyang tidak cukup
luas ini. Lebih lanjut kami katakan bahwa pemikiran yang teliti tentang
pokok-pokok permasalahan berikut dapat menjelaskan kepada kita universalitas
kandungan Al-Quran mengenai jalan hidup yang harus ditempuh
manusia.
Pertama, dalam hidupnya manusia hanya
menuju kepada kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Kebahagiaan
dan ketenangan merupakan suatu wama khusus di antara warnawama kehidupan yang
diinginkan oleh manusia, yang di naungannya ia berharap menemukan kemerdekaan,
kesejahteraan, kesentosaan dan lain-lain.
Jarang
kita lihat orang yang, dengan perbuatan mereka sendiri, memalingkan muka dari
kebahagiaan dan kesenangan - seperti melakukan bunuh diri, melukai badan dan
menyakiti anggota tubuhnya dan beberapa latihan (riyadhah) berat yang tidak diajarkan
agama - dengan alasan berpaling dari dunia, dan perbuatanperbuatan lain yang
menyebabkan seseorang kehilangan berbagai sarana kesejahteraan dan ketenangan
hidup. Begitulah, (hanya) orang yang menderita komplikasi jiwa - sebagai akibat
dari parahnya komplikasi itu - berpendapat bahwa kebahagiaan terdapat dalam
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kebahagiaan. Sebagai contoh,
seseorang mengalami kesulitan hidup dan tidak kuat menanggungnya, kemudian bunuh
diri karena beranggapan bahwa kesenangan itu terdapat dalam kematian. Atau,
sebagian orang menjauhi dunia, menjalani bermacam latihan badan dan mengharamkan
kesenangan materiil untuk dirinya sendiri, karena ia berpendapat bahwa hidup
dalam kesenangan materi merupakan hidup yang kering. Dengan demikian, usaha yang
dilakukan manusia hanyalah untuk menemukan kebahagiaan yang diidam-idamkan yang
ia berusaha mewujudkan dan memperolehnya.
Memang,
jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda. Sebagian
menempuh jalan yang masuk akal, yang diterima kemanusiaan dan dibolehkan oleh
syariat, sedang sebagian yang lain menyalahi jalan yang benar sehingga
terperosok ke dalam belantara kesesatan dan menyimpang dad jalan
kebenaran.
Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan
manusia senantiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu.
Hal ini merupakan suatu kebenaran yang tak dapat diingkari, dalam segala
keadaan, mengingat begitu jelas dan gamblangnya persoalan. Hal itu disebabkan
karena manusia yang mempunyai akal hanya melakukan sesuatu setelah ia
menghendakinya. Perbuatannya itu berdasarkan kehendak jiwa yang diketahuinya
dengan jelas. Di segi yang lain, ia hanya melakukan apa pun demi dirinya
sendiri. Yakni, ia merasakan adanya tuntutan-tuntutan hidup yang harus
dipenuhinya, kemudian berbuat untuk memenuhi tuntutan-tuntutan itu untuk
dirinya sendiri. Karenanya, antara semua perbuatannya itu ada suatu tali kuat
yang menghubungkan sebagiannya dengan yang lain.
Sesungguhnya makan dan minum, tidur
dan bangun, duduk dan berdiri, pergi dan datang - semua perbuatan ini dan
perbuatan-perbuatan lain yang dilakukan manusia - pada beberapa keadaan,
merupakan keharusan baginya; dan pada beberapa keadaan yang lain, tidak
merupakan keharusan - yakni, bermanfaat baginya pada suatu saat, dan
membahayakan pada saat yang lain. Semua yang dilakukan manusia itu bersumber
dari suatu hukum yang ia ketahui universalitasnya dalam dirinya dan yang ia
terapkan bagian-bagiannya pada perbuatan dan
pekerjaan-pekerjaannya.
Seseorang, dalam perbuatan-perbuatan
individualnya, menyerupai suatu pemerintahan lengkap, yang memiliki hukum,
kebiasaan dan tata caranya sendiri. Kekuatan aktif dalam pemerintahan itu
terlebih dahulu harus menimbang perbuatan-perbuatannya dengan hukum-hukum itu,
kemudian bamlah ia berbuat. Perbuatan-perbuatan sosial yang dilakukan dalam
suatu masyarakat menyerupai perbuatan individual, sehingga padanya berlaku
seperangkat hukum dan tata cara yang dipatuhi oleh sebagian besar individu
masyarakat itu. Jika tidak, maka anarkisme akan menguasai, dan ikatan sosial
mereka pun terpecah.
Memang,
corak masyarakat, di bawah pengaruh hukum-hukum yang berlaku dan dominan di
dalamnya, berbeda-beda. Seandainya masyarakat itu bcrcorak mazhabiah, maka di
dalamnya berlaku ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mazhab tersebut. Dan bila
tidak bercorak mazhabiah, melainkan kebudayaan, maka perbuatan-perbuatan
masyarakatitu bercorak hukum kebudayaan tersebut. Adapun jika masyarakat itu
liar dan tidak mempunyai kebudayaan, maka padanya berlaku tata pergaulan dan
hukumhukum individual yang sewenang-wenang, atau hukum-hukum yang dihasilkan
oleh adanya perbauran berbagai kepercayaan dan tata pergaulan yang
kacau.
Kalau
begitu, maka manusia, dalam perbuatan-perbuatan individual dan sosialnya, harus
memiliki tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu, ia
harus melakukan
perbuatan-perbuatannya menurut hukum
dan tata cara tertentu yang ditetapkan oleh agama atau masyarakat, atau yang
lainnya. Al-Quran sendiri menguatkan teori ini ketika ia
mengatakan,
"Tiap-tiap umat memiliki kiblatnya
sendiri yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan."
(QS 2:
148)
Kata
ad-din (agama), menurut
kebiasaan Al-Quran berarti 'jalan hidup.' Orang-orang yang beriman dan yang
kafir - sampaisampai yang tidak mengakui keberadaan Allah sekalipun – pasti
memiliki suatu agama, karena setiap orang mengikuti hukumhukum tertentu dalam
perbuatan-perbuatannya, dan hukumhukum itu disandarkan kepada Nabi dan wahyu,
atau ditetapkan oleh seseorang atau suatu masyarakat. Tentang musuh-musuh agama
Allah, Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang menghalangi
manusia dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok. "
(QS
7:45)1)
Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat
manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi-emosi dan
dorongan-dorongan individual atau sosial.
Apabila
kita mengamati secara teliti setiap bagian alam, akan kita ketahui bahwa ia
memiliki tujuan tertentu, yang sejak hari pertama kejadiannya ia mengarah ke
tujuan itu melalui jalan yang terdekat dan terbaik. Ia memiliki sarana yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Inilah keadaan semua makhluk di dalam alam
ini, baik yang bernyawa maupun yang tidak.
Sebagai
contoh adalah biji gandum. Sejak hari pertama diletakkan dalam tanah, ia
berjalan dalam proses penyempurnaan. Menghijau dan tumbuh sampai terbentuknya
bulir-bulir yang lipatannya berisi banyak biji gandum. Dan ia dibekali dengan
sarana-sarana khusus untuk memperoleh unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam
proses penyempurnaannya itu. Kemudian ia menyerap unsur-unsur yang ada di dalam
tanah, udara dan lain-lainnya dengan kadar tertentu: Lalu ia merekah, menghijau
dan tumbuh hari demi hari, dan berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain
sampai terbentuknya bulir-bulir baru, yang dalam setiap bulir terdapat banyak
biji gandum. Pada saat itulah biji pertama yang disemaikan di bumi benar-benar
telah mencapai tujuan yang diidam-idamkannya dan kesempurnaan yang ia tuju.
Demikian pula pohon kenari. Jika kita amati secara teliti, akan kita ketahui
bahwa pohon itu juga berjalan menuju suatu tujuan tertentu sejak hari pertama
kejadiannya. Dan untuk mencapai tujuan itu ia dibekali alat-alat tertentu yang
sesuai dengan proses penyempurnaan, kekuatan dan besarnya. Dalam perjalanannya
ia tidak menempuh perjalanan yang ditempuh olch gandum, sebagaimana gandum -
dalam tingkat-tingkat penyempurnaannya - tidak berproses sebagaimana prosesnya
pohon kenari. Masing-masing dari kedua tanaman itu mempunyai perkembangannya
sendiri yang tidak akan dilanggarnya untuk selama-lamanya.
Semua
yang kita saksikan di dalam alam ini mengikuti kaidah yang berlaku ini, dan
tidak ada bukti pasti bahwa manusia menyimpang dari kaidah itu dalam perjalanan
alamiahnya menuju tujuan yang ia telah dibekali alat-alat tertentu untuk
mencapainya. Bahkan bekal-bekal yang diberikan kepadanya itu merupakan bukti
terkuat bahwa dia adalah seperti yang lainnya di alam ini. Dia memiliki tujuan
tertentu yang menjamin kebahagiaannya, dan dia telah dilengkapi dengan
sarana-sarana untuk mencapainya.
Jadi,
fitrah manusia - bahkan fitrah alam yang manusia hanyalah merupakan sebagian
darinya - menuntunnya ke arah kebahagiaan hakiki. Fitrah itu mengilhami
hukum-hukum terpenting, terbaik dan terkuat yang menjamin kebahagiaannya. Allah
berfirman:
"Musa
berkata: 'Tuhan kami ialah Zat yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu
bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk'." (QS 20:50)
"Yang
menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan)Nya. Yang memberikan ketentuan dan
petunjuk."
(QS 87:2-3)
"Demi
jiwa dan Penyempurnanya. Kemudian Allah memberitahukan kefasikan dan
ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi
orang yang mengotorinya." (QS 91:7-10)
"Hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah. Tetapilah fitrah Allah yang la telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. ltulah agama yang
lurus. "
(QS 30:30)
"Sesungguhnya agama yang diterima
Allah adalah lslam. (QS 3:19)
"Barangsiapa rnencari agarna
selain lslarn, maka tidak akan diterima. " (QS 3:85)
Kesimpulan dati ayat-ayat ini dan
ayat-ayat lain yang berkandungan sama, yang tidak kami sebutkan secara ringkas,
adalah bahwa Allah menuntun setiap makhluk-Nya - termasuk manusia - kepada
tujuan dan kebahagiaan puncak yanq merupakan tujuan diciptakannya mereka. Dan
jalan yang benar bagi manusia ialah jalan fitrahnya. Maka dalarn
perbuatan-perbuatannya manusia harus terikat dengan hukum-hukum individu dan
sosial yang bersumber dari fitrahnya, dan tidak boleh secara membuta mengikuti
hawa nafsu, emosi, kecenderungan dan keinginannya. Konsekuensi dari agama fitrah
(alamiah) adalah manusia tidak boleh menyia-nyiakan bekal-bekal yang diberikan
kepadanya. Bahkan setiap bekal harus dimanfaatkan dalam batas-batasnya dan
secara benar, agar potensi-potensi yang ada dalam dirinya seimbang, dan agar
satu potensi tidak mematikan potensi yang lain.
Selanjutnya manusia harus dikuasai
oleh akal sehat yang jauh dari kesalahan, bukan oleh tuntutan-tuntutan diri yang
bersumber dari emosi yang menyalahi akal. Beqitu pula, yang menguasai masyarakat
haruslah kebenaran dan yang benar-benar bermanfaat baginya, bukan orang kuat
yang sewenang-wenang dan mengikuti hawa nafsu dan keinginan-keinginannya. Bukan
pula mayoritas yang menyimpang dari kebenaran dan kemaslahatan
umum.
Pembahasan di atas juga menunjukkan
hahwa yang berhak membuat dan memberlakukan hukum hanyalah Allah saja, dan tak
seorang pun berhak membuat dan memberlakukan hukum dan memutuskan segala
perkara, karena pembahasan di atas menunjukkan bahwa jalan hidup dan hukum yang
bermanfaat bagi manusia dalam kehidupannya adalah yang diilhami fitrahnya.
Yakni hukum dan jalan hidup yang dituntut oleh sebab-sebab dan faktor-faktor
batiniah dan lahiriah dalam fitrahnya. Hal ini berarti sesuai dengan kehendak
Allah. Pengertian "sesuai dengan kehendak Allah" adalah bahwa Allah telah
menempatkan pada diri manusia sebab-sebab dan faktor-faktor yang mengakibatkan
adanya perundanq-undangan dan jalan hidup.
Kadang-kadang, sebab-sebab dan
faktor-faktor itu mengambil bentuk pemaksaan sebagai dasar bagi suatu proses,
seperti peristiwa-peristiwa alam yang terjadi setiap hari. Inilah yanq
dinamakan kemauan alam (iradah
takwiniah), Kadanq-kadang juga sesuatu aksi dilakukan secara bebas
dan berdasarkan kehendak, seperti makan, minum dan lain-lain, yang dalam hal ini
kehendak diatur oleh hukum Allah (iradah
tasyri'iah). Allah berfirman:
"Tidak ada hukum selain milik
Allah." (QS 12:40 dan 67)
1). Kata
sabilillah (jalan Allah),
dalam kebiasaan Al-Quran, berarti agama Allah. Ayat itu juga menunjukkan bahwa
orang~orang kafir - termasuk di dalamnya orang-orang yang mengingkari adanya
Tuhan - pun memiliki agama, yaitu jalan hidup mereka.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar